Judul : Budidaya Kina
link : Budidaya Kina
Budidaya Kina
KINA
( Chinchona spp. )
( Chinchona spp. )
1. SEJARAH SINGKAT
Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-
hutan pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman kina yang masuk ke
Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh
dari biji tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari
Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon.
Nama daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgeriana
2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Rubiaceae
Genus : Chinchona
Spesies : Chinchona spp.
2.2 Deskripsi
Tanaman berupa pohon dengan tinggi hingga 17m, cabang berbentuk galah
yang bersegi 4 pada ujungnya, mula-mula berbulu padat dan pendek
kemudian agak gundul dan berwarna merah. Daun letaknya berhadapan dan
berbentuk elips, lama kelamaan menjadi lancip atau bundar, warna hijau
sampai kuning kehijauan, daun gugur berwarna merah. Tulang daun terdiri
dari 11 – 12 pasang, agak menjangat, berbentuk galah, daun penumpu
sebagian berwarna merah, sangat lebar. Ukuran daun panjang 24 – 25cm,
lebar 17 – 19cm. Kelopak bunga berbentuk tabung, bundar, bentuk gasing,
bergigi lebar bentuk segitiga, lancip. Bunga wangi, bentuk bulat telur sampai
gelendong.
Letak daun berhadapan, bentuk bundar sungsang lonjong, panjang 8 –15cm,
lebar 3 – 6cm, permukaan bagian bawah berbulu halus seperti beludru
terutama pada daun yang masih muda, panjang tangkai 1 – 1.5cm. Daun
penumpu lebih panjang dari tangkai daun, bila sudah terbuka daun penumpu
akan gugur. Bunga bentuk malai, berbulu halus, bunga mengumpul di setiap
ujung perbungaan, kelopak bentuk tabung dan bergigi pada bagian atasnya.
Bunga bentuk bintang, berbau wangi dengan ukuran panjang 9mm, helaian
mahkota bunga bagian dalam berwarna merah menyala, berbulu rapat dan
pendek, panjang benang sari setengan bagian tabung bunga. Buah berwarna
kemerahan bila masak, bentuk seperti trelur panjang 4mm dan bersayap.
Tinggi pohon antara 4 – 10m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau
lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal lancip dan tirus, ujung daun
lancip dan jorong, helaian tipis, berwarna ungu terang tetapi daun muda
berwarna kemerahan, tangkai daun tidak berbulu, berwarna hijau atau
kemerahan, panjang tangkai 3 – 6mm. Ukuran daun panjang 25.5 – 28.5cm,
lebar 9 – 13cm, namun adakalanya panjang 7cm dan lebar 2cm. Daun
penumpu bundar sampai lonjong panjang 17 – 32mm dan tidak berbulu.
Mahkota bunga berwarna kuning agak putih dan berbau wangi, bentuk
melengkung dengan ukuran panjang 8 – 12mm. Panjang malai 7 – 18cm dan
gagang segi empat sangat pendek dan berbulu rapat. Kelopak bunga bentuk
limas sungsang 3 – 4mm, tabung tebal ditutupi bulu warna putih, tabung
mahkota bunga bagian luarnya berbulu pendek tapi bagian dalamnya gundul
dengan 5 sudut. Tangkai sari tidak ada. Buah lanset sampai bulat telur denga
ukuran panjang 8 – 12mm dan lebar 3 – 4mm. Biji lonjong sampai lanset
panjang 4 – 5mm.
2.3 Jenis Tanaman
Dari sekian banyaknya spesies kina di Indonesia, hanya 2 spesies yang
penting yaitu C. succirubra Pavon (kina succi) yang dipakai sebagai batang
bawah dan C. ledgriana (kina ledger) sebagai bahan tanaman batang atas.
Klon-klon unggul yang dianjurkan adalah antara lain: Cib 6, KP 105, KP 473,
KP 484dan QRC. C. calisaya Wedd. (kina kalisaya) juga banyak dikenal dan
ditanam oleh masyarakat.
3. MANFAAT TANAMAN
Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat. Di
antara alkaloid tersebut ada dua alkaloid yang sangat penting yaitu kinine
untuk penyakit malaria dan kinidine untuk penyakit jantung. Manfaat lain dari
kulit kina ini antara lain adalah untuk depuratif, influenza, disentri, diare, dan
tonik.
4. SENTRA PENANAMAN
Sentra produksi kina di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sumatra Barat.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
1) Angin yang kencang dan lama menyebabkan banyak kerusakan karena
patahnya cabang dan gugurnya daun.
2) Curah hujan tahunan untuk lokasi budidaya kina yang ideal adalah 2.000-
3.000mm/tahun dan merata sepanjang tahun.
3) Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari yang tidak terlalu terik.
4) Tanaman tumbuh baik pada temperatur antara 13,5-21 derajat C.
5) Tanaman menghendaki daerah beriklim lembab dengan kelembaban relatif
harian minimum dalam satu tahun 68 % dan 97 %.
5.2. Media Tanam
1) Tanah yang cocok untuk tanaman kina adalah subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, tidak bercadas dan berbatu.
2) Derajat keasaman (pH) antara 4,6-6,5 dengan pH optimum 5,8.
5.3. Ketinggian Tempat
Di daerah asalnya di pegunungan Andes tanaman ini tumbuh pada ketinggian
1050 – 1500 m diatas permukaan laut (dpl). Di Indonesia tanaman ini
menyukai daerah dengan ketinggian 800-2.000 m dpl dengan ketinggian
optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Pada kebun produksi, kina diperbanyak dengan cara vegetatif. Penyediaan
bahan tanaman dilaksanakan dengan semai sambung, stek sambung, semai
ledger, dan stek ledger. Di Indonesia penyiapan dilakukan dengan cara stek
sambung.
1) Pembibitan Semai Sambung
a. Batang bawah
Batang bawah adalah semai kina succi yang ditanam di kebun dan
batang atas entres kina ledger. Penyambungan dilaksanakan pada saat
bibit bawah berumur 8-12 bulan, tinggi 30-40 cm dan diameter batang
1 cm. Satu-dua minggu sebelum penyambungan daun semai succi
dirempel sampai ketinggian 20-25 cm dari permukaan tanah.
b. Entres batang atas
Didapat dari tanaman berumur 3-5 tahun dengan daya regenerasi
optimal. Setiap 5 tahun pohon induk entres dipangkas setinggi 1 m dari
permukaan tanah agar ranting entres selalu muda.
c. Penyambungan
Batang bawah, pada ketinggian 4-5 cm dari permukaan tanah, disayat
dari atas ke bawah sepanjang 1,5 cm. Siapkan entres kina ledger (1
cm) yang daunnya sudah dibuang dan runcingkan bagian bawah
entres. Selipkan entres ke sayatan di batang bawah, ikat dengan tali
bambu dan oleskan lilin sambungan penutup luka (lilin dicairkan dulu)
sampai tertutup rapat. Penyambungan dilakukan sekitar pukul 12.00,
jika cuaca tidak terik dapat dilakukan sampai pukul 14.00. Setelah
sambungan berumur 3 minggu tunas entres telah tumbuh, pucuk
batang bawah succi dipotong. Pada saat umur 7-8 minggu panjang
tunas 3-4 cm batang bawah dipotong setengahnya. Setelah berumur
12 minggu dan panjang tunas sambungan 12 cm, batang suci dipotong
kira-kira 1 cm dari sambungan.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan selama periode persemaian bibit ini
(disebut persemaian II) adalah penyiangan, pemberantasan hama-
penyakit dan pemupukan. Pupuk diberikan setiap 3 bulan dimulai pada
waktu bibit sambungan berumur 2 bulan dan berakhir 1 bulan sebelum
dicabut (dipindahtanam). Pupuk berupa 160-200 g Urea, 80-100 g TSP
dan 160-200 g KCl yang diberikan dalam larikan sedalam 2-3 cm di
antara barisan bibit setelah disiangi.
e. Pindah tanam
Bibit dipindahkan ke kebun produksi saat berumur 1 tahun di
persemaian II, tinggi 40 - 50 cm dan akar tunggang 50 cm. Seminggu
sebelum bibit dibongkar 2/3 bagian daun dibuang dan sehari sebelum
dibongkar tanah pembibitan disiram air sampai basah. 50 bibit diikat
menjadi satu.
2) Pembibitan Stek Sambung
a. Batang bawah Succi
Berasal dari batang muda atau tunas-tunas dari bekas tebangan,
bukan dari cabang. Pohon induk yang baik dipilih dari pohon yang
pertumbuhannya cepat dan mudah berakar dalam penyetekan. Bahan
stek diambil setelah tunas berumur 8-12 bulan dan, mempunyai ukuran
sebesar pinsil.
b. Batang atas ledger
Pohon induk batang atas ledger dipilih dari klon-klon yang dianjurkan.
Pohon induk ditanam pada jarak 1,25 cmx1,25 cm, lokasi kebun dipilih
datar, dekat tempat pembibitan. Pohon induk yang siap diambil
steknya pada umur 3-5 tahun.
c. Bahan tanaman dan penyambungan
Batang bawah succi yang baik diambil dari pertumbuhan tunas
berumur 10-12 bulan yang dipotong pada pohon induk sampai pangkal
pangkasan. Semua daun dibuang, batang dibungkus dengan batang
pisang dan disimpan di tempat teduh. Bahan stek diambil dari bagian
batang yang masih berair, berwarna coklat muda dan agak tua. Batang
dipotong miring 45-60o menjadi stek-stek berukuran 10 cm dengan
satu mata tunas. Bagian sisi ujung atas batang bawah dibelah sedalam
1,5-2,0 cm untuk menyelipkan batang atas. Pohon induk batang atas
ledger terbaik berumur 3-5 tahun setelah pemangkasan. Batang atas
hanya diambil pucuknya sekitar 12 cm, terdiri dari 3-4 ruas paling
ujung. Pangkal pucuk dipotong runcing sepanjang 2 cm. Batang atas
diselipkan ke belahan batang bawah, diikat dengan tali bambu.
d. Media tanam
Pembibitan stek sambung dilakukan di kantung plastik/polibag ukuran
12x25 cm. Pada sekeliling dan di tengah polibag bagian bawah diberi
luang-lubang. Media tanaman berupa tanah andosol dengan pH 4,6-
6,0 yang diisikan ke dalam polibag sebanyak 2/3 bagiannya.
Sebelumnya tanah disterilkan dengan larutan Trimaton 150 ml/15 l
atau Vapam 250 ml/15 l untuk 1 m3 .
e. Penanaman stek
Media dalam polibag disiram sampai lembab, oleskan Rootone
(perangsang akar) pada ujung tanaman stek sambung lalu tanamkan
pada media sedalam 5 cm. Padatkan tanah di sekitar stek supaya
tanaman tegak.
f. Penyungkupan
Bedengan diberi sungkup plastik dengan rangka dari bambu, besi atau
kawat dengan jari-jari 50-70 cm dengan tinggi puncak 70 cm. Sungkup
jangan bocor dan air hujang yang menggenangi plastik harus dibuang.
g. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan 3-4 minggu sekali. Sungkup dibuka setelah stek
berumur 3-4 bulan dan tinggi 20-25 cm. Pembukaan dilakukan secara
bertahap. Jika hujan, sungkup ditutup. Pada bulan ke 6 sungkup
dibuka sama sekali dan pada bulan ke 7 dilakukan seleksi bibit.
Tanaman diberi pupuk daun Gandasil atau Bayfolan 0,2-0,3% setiap
minggu atau urea 0,2%. Pemupukan hanya dilakukan pada bibit yang
tumbuhnya lambat sebanyak 1-5 g NPK 15-15-15/polibag. Penyiangan
dilakukan dengan tangan, penyemprotan insektisida dilakukan jika ada
gejala serangan.
h. Pindah tanam
Bibit dipindahkan ke kebun setelah berumur 10-12 bulan, tinggi 40-50
cm. Dan akar telah mencapai dasar polibag.
3) Pembibitan Semai Ledger
a. Bibit semai kina ledger
Adalah bibit semai dari biji kina ledger yang berasal dari poliklonal
dengan klon-klon yang terpilih dan dipelihara khusus. Penyiapan bibit
relatif singkat hanya 1,5 tahun karena tidak perlu penyambungan.
b. Persemaian
Dilakukan langsung pada bedengan atau dengan memakai polibag
berukuran 12 x 25 cm berisi tanah hutan.
c. Pindah tanam
Bibit dipindahtanamkan pada umur 1 tahun dan tinggi 40-50 cm. Bibit
dari bedengan dipindahkan dengan cara dicabut sedangkan bibit dari
polibag dipindahkan dengan tanahnya setelah polibag disobek dengan
hati-hati.
4) Pembibitan Stek Ledger
a. Stek ledger
Setek ledger adalah bibit kina dari pucuk ledger. Tanaman kina ledger
umumnya sulit dikembangbiakan dengan stek. Bahan stek yang
digunakan adalah pucuk, dari pohon induk yang telah berumur 3-5
tahun, dan setiap 3-5 tahun harus dipangkas setinggi 25-30 cm dari
sambungan. Pohon induk ditanam dari bibit semai sambung dengan
jarak tanam 1,25x1,25 m. Bahan stek dipilih dari pucuk yang coklat
muda, masih berair tetapi sudah agak tua dengan panjang 20-25 cm
dan dipetik di pagi hari. Panjang stek 12-15 cm terdiri dari 3-4 ruas.
Sebelum ditanam daun dibuang /dirompes setengahnya.
b. Pembibitan
Persiapan pembibitan, media, bedengan, penanaman stek,
penyungkupan dan pemeliharaan sama dengan pembibitan stek
sambung. Bibit dipindahtanamkan ke lapangan umur 10-12 bulan,
tinggi rata-rata 40-50 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk mendapatkan tanah yang gembur,
bersih dari tunggul sisa-sisa akar dan gulma. Pengolahan tanah pertama
dilakukan dengan pencangkulan tanah sedalam 60 cm, dan pengolahan tanah
ke dua sedalam 40 cm dilakukan 2-3 minggu setelah pengolahan tanah
pertama. Pada pertanian organic saat pengolahan tanah yang kedua yaitu
menghancurkan bongkahan dan membuat struktur tanah lebih remah dan
gembur, juga dilakukan penebaran pupuk kandang atau kompos sekitar 50 –
60 ton per hektar sebagai pupuk dasar.
1) Persiapan Lahan
Setelah pengolahan tanah dilakukan pengukuran dan pematokan dengan
memberi tanda, setiap 20 m ke arah mendatar, ke arah kemiringan atas
dan bawah. Dengan demikian terbentuk petakan-petakan areal seluas 20
x 20 m2 = 400m 2 yang disebut satu patok. Tanda-tanda patok berupa
hanjuang dipelihara dengan baik dan mati segera diganti.
2) Pengapuran
Pengapuran hanya dilakukan jika pH tanah lebih rendah dari 4,5 dengan
dosis kapur yang sesuai dengan keperluan. Kapur berupa dolomit, kalsit,
dicampurkan merata 100gram/lubang.
3) Pemupukan (sebelum tanam)
Pupuk untuk memacu pertumbuhan bibit diberi 50 gram TSP. Diberikan
dalam larikan sekitar tanaman.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanaman
Pola penanaman tergantung tofografi lahan. Tiga macam jarak tanam
yaitu jarak tanam rapat 75 cm x 75 cm, jarak tanam menengah 100 cm x
100 cm, dan jarak tanam lebar yaitu 1,25 cm x 1,25 cm. PTP Nusantara
VIII di Bukit Tunggul menerapkan jarak tanam 100 x 150 cm dengan
populasi tanaman per hektar sekitar 6.500.
2) Pembutan Lubang Tanam
Pengajiran untuk pedoman penanaman sehingga sesuai dengan pola dan
jarak tanam yang dibuat. Lubang tanam dengan ukuran 20 cm x 20 cm x
40 cm (untuk bibit dari polibag) dan 30 cm x 30 cm x 40 cm (untuk bibit
cabutan).
3) Cara Penanaman
a. Bibit cabutan
Panjang akar bibit sekitar 30 cm, tinggi bibit 40-50 cm dan 2/3
daunnya dirompes. Masukkan bibit dengan tegak jangan miring. Tanah
timbunan dipadatkan dengan cara diinjak dengan kaki, kemudian
diratakan.
b. Bibit dalam Polibag
Polibag dibuka dengan cara menyobeknya lalu bibit ditanam bersama
medianya, disangga dengan belahan bambu, ditimbun dengan tanah.
Tanah di sekitar batang dipadatkan dan tanaman disiram.
c. Tanaman pelindung
Tanaman ini berfungsi sebagai penutup tanah dan memperbaiki iklim
mikro agar lebih segar. Tanaman berupa legum Crotalaria
atauTephrosia yang ditanam selama 3 tahun.
4) Perioda Tanam
Masa penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan yaitu pada
bulan September dan biasanya di saat kondisi tidak terlalu terik untuk
menghindari penguapan yang terlalu banyak dari bibit yang akan ditanam.
Dengan menentukan masa tanam secara tepat maka akan menentukan
keberhasilan pertumbuhan tanaman.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Penyulaman dilakukan satu bulan setelah penanaman, dilakukan secara
terus-menerus sampai 3 bulan, menjelang kemarau. Penyulaman pada
tahun ke tiga tidak dianjurkan. Kebutuhan bibit sulaman maksimum 10%
dan pada tahun kedua 5%
2) Penyiangan
Penyiangan dimaksudkan untuk penggemburan tanah sedalam 10 cm
dengan menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan 1,5–2 bulan sekali.
Kegiatan penyiangan sampai umur 2-3 tahun.
3) Pembubunan
Untuk pertanaman kina sebenarnya tidak diperlukan kegiatan
pembubunan karena memang tanaman ini merupakan tanaman pohon
yang berumur dalam. Namun demikian pada tanaman muda dapat
dilakukan kegiatan ini untuk menimbun kembali tanah di sekitar daerah
perakaran yang terbawa air dan dilakukan sekaligus pada saat pemberian
pupuk organic kompos setiap 3 – 4 bulan sekali agar pertumbuhan
perakarannya lebih baik.
4) Pemupukan
a. Pemupukan Organik
Pemupukan secara organic dengan menggunakan pupuk kompos yang
merupakan pupuk organic komplek bias diberikan sbb:
Untuk tanaman muda dilakukan pemupukan secara rutin setiap 2 – 3
bulan sekali sebanyak 5 – 7 kg per tanaman. Sedangkan untuk
tanaman yang telah tua (diatas 3 tahun) bias dilakukan pemupukan
kompos organic setiap 6 bulan sekali sebanyak 10 – 12 kg
pertanaman.
Adapun pemberian pupuk di sekitar batang tanaman di daerah
perakaran dilakukan sekaligus dengan pekerjaan dangir dan
penyiangan.
b. Pemupukan Konvensional
Tanaman muda
- 1 tahun: Urea 108 kg, TSP 62 kg, KCl 30 kg dan Kieserit 19 kg.
- 2 tahun: Urea 173 kg, TSP 83 kg, KCl 40 kg dan Kieserit 37 kg.
- 3 tahun: Urea 217 kg, TSP 124 kg, KCl 60 kg dan Kieserit 37 kg.
- 4 tahun: Urea 325 kg, TSP 165 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
Tanaman dewasa
- 5 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
- 6 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
- 7 tahun keatas: Urea 433 kg, TSP 207 kg, KCl 100 kg dan Kieserit
75 kg.
Catatan : Kieserit iberikan jika ada gejala kekurangan Mg.
Pemupukan dilakukan saat curah hujan terakhir antara 100-300 mm,
dilaksanakan dua kali setahun. Cara pemberian pupuk diberikan secara
setempat.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1) Ulat
Ulat yang menyerang daun atau ranting muda adalah: (1) Ulat jeungkal
(Boarmia bhurmitra, Antitrygoides divisaria, Hyposidra talaca) dikendalikan
dengan insektisida Thiodan 35 EC; (2) Ulat sinanangkeup (Paralebeda
plagifera) dikendalikan dengan Dedevap 650 EC; (3) Ulat bugrug
(Metanastria hirtaca) dikendalikan dengan Lebaycid 550 EC; (4) Ulat badori
(Attacus atlas), dikendalikan dengan Baythroid 50 EC; (5) Ulat kaliki
(Samia cyntia) dikendalikan dengan Bayrusil 250 EC; (6) Ulat kenari
(Cricula trifenestrata) dikendalikan dengan Karphos 25 EC; (7) Ulat bajra
(Setora nitens) dikendalikan dengan Lannate L; (8) Ulat kantong (Clania
variegata) dikendalikan dengan Decis 2,5 EC, Thuricide, Ripcord 5 EC; (9)
Ulat merang (Euproctis flexuosa) dikendalikan dengan Lannate 25 WP;
Pengendalian mekanis:
dilakukan dengan mengumpulkan telur, kupu serta telur-telurnya,
kemudian dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.
2) Penggerak cabang merah (Zeuzera coffeae)
Gejala:
menyerang cabang dan ranting hingga layu dan mudah patah. Pada
ranting patah ada lubang gerekan.
Pengendalian:
memangkas cabang atau ranting yang terserang.
3) Penggerek pangkal batang (Phasus damor)
Gejala:
kerusakan pada leher akar, daun kuning atau kemerahan, layu, kering,
rontok dan tanaman mati.
Pengendalian:
menanam bibit yang sehat dan insektisida.
4) Penggerek cabang (Xyleberus. Sp)
Gejala:
pada ranting, cabang atau batang terlihat adanya tahi gergaji yang halus.
Hama ini berasosiasi dengan jamur ambrosia.
Pengendalian:
menyemprot larutan fungisida sistemik dan insektisida Gusadrin 150 ESC,
Benlate 50 W).
5) Penggerek pucuk (Alcalides cinchonae)
Gejala:
bekas serangan menyebabkan pucuk berwarna coklat dan mati.
Pengendalian:
penyemprotan dengan insektisida Gusadrin 150 ESC, Benlate 50 WP.
6) Kutu putih (Pseudaulacaspis pentagona)
Gejala:
menyerang ranting dan mengisap cairan selnya, ranting menjadi berwarna
putih dan dihuni oleh hewan kecil lonjong. Hama ini tidak menimbulkan
kerugian dan serangan akan hilang dengan datangnya musim hujan.
7) Helopeltis (Helopeltis theivora, H. antonii)
Gejala:
daun dan pucuk yang terserang menjadi salah bentuk. Pada serangan
berat tanaman mati dan dari jauh bagian daun kebun kina kelihatan warna
kehitam-hitaman.
Pengendalian:
dengan penyemprotan insektisida Lannate L, Lannate 25 WP, Lebaycid 550
WP.
7.2. Penyakit
1) Kanker batang
Penyebab:
jamur Phytophthora Sp. Terdapat tiga spesies jamur kanker batang yaitu:
(1) P. cinnamomi penyebab kanker garis, serangannya di Indonesia sangat
luas. (2) P. parasitica penyebab kanker gelang, serangannya relatif sedikit.
(3) P. citricola hanya menyerang tunas-tunas kina muda, serangannya juga
terbatas. Kanker garis membentuk jalur sempit yang mengendap pada kulit
batang.
Gejala:
berbeda-beda tergantung umur dan klon. Kanker gelang membentuk
warna karat pada permukaan kulit batang. Jika kulit luar dikupas tanpak
bahwa kulit bagian dalam membusuk. Pembusukan ini berkembang
melingkari batang yang dapat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian:
kulit yang sakit dikorek, jaringan busuk dipotong sampai ke bagian sehat
dan dilumasi Antimucin WBR 0,5% dan Difolatan 4F 3%. Setelah obat
mengering luka ditutupi dengan petrolatum 2295 A, Shell Tapflux atau
Shell Otina Compound. Permukaan kayu yang terbuka ditutup ter untuk
mencegah masuknya kumbang penggerek.
2) Penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor)
Gejala:
sebelum mengering daun-daun dari cabang yang sakit berwarna kuning
kemerahan. Pada batang atau cabang terdapat benang-benang jamur
yang belum masuk ke dalam kulit, dan mirip dengan sarang laba-laba.
Pengendalian:
menyemprotkan bubur Bordeaux. Dapat juga dilakukan pelumasan dengan
bubur bordeaux pekat, Perenox 3%, Calixin Ready mix atau Calixin RM
(tridemorf) dengan menggunakan kuas.
4) Penyakit mopog (Rhizoctonia solani)
Gejala:
di bedengan-bedengan pesemaian terdapat kelompok-kelompok semai
yang mati seperti tersiram air panas.
Pengendalian:
dengan mengurangi kelembaban persemaian, menyemprotkan fungisida
pada tanah bedengan berupa Brassicol sebanyak 30 g/m 2 dan
mengurangi penyiraman. Persemaian dapat disemprot dengan Dithane M-
45 atau Brestan 0,05%.
7.3. Gulma
Gulma di areal tanam terdiri atas golongan rumput-rumputan seperti
lempuyangan (Panicum repens) dan paparean (Phalaris arundinaceae);
golongan berdaun lebar seperti sintrong (Crassocephalum crepidioides) dan
babadotan (Ageratum conyzoides).
Pengendalian:
dengan memperbaiki kultur teknis, menyiangi/mencabut, menggunakan
tanaman penutup tanah lebum dan dengan herbisida pra tumbuh dan purna
tumbuh.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organic
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan
digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Bagian tanaman kina yang biasa diambil hasilnya adalah bagian kulit batang,
dahan, cabang dan ranting. Produk ranting dapat dimulai saat tanaman
berumur 6-7 tahun tahun (sebelum tebangan), dengan bagian yang terkecil
yang diambil adalah kulit cabang yang diameternya lebih 1 cm. Ranting yang
diameternya kurang dari 1 cm memiliki kadar kinin sulfat (SQ) yang rendah,
dan biaya pengambilannya relatif mahal. Umur tanaman yang siap panen
untuk panen cara tebangan adalah 9-11 tahun dan untuk panen cara
penjarangan adalah 3,5, 5, 6, 7, 8,12, 18 dan 24 tahun dengan jumlah
tanaman yang dicabut untuk masing-masing penjarangan adalah 12,5% dari
total tanaman.
8.2. Cara Panen
1) Cara penebangan
Tanaman kina ditebang hati-hati dengan gergaji pada ketinggian 20-30 cm
dari sambungan, atau leher akar dengan kemiringan 45 derajat. Batang
kina dari batas ini dipotong sampai ketinggian 2 meter. Kulit kina
dilepaskan dari batang dengan cara dipukul-pukul. Panen tebangan
pertama disebut Stumping 1. Dari tunggul diharapkan tumbuh tunas-tunas
baru, dan dipelihara maksimum 4 tunas untuk dipanen berikutnya. Penen
berikutnya disebut stumping 2 dst. Setelah 4 kali stumping tanaman
dibongkar. Panen tebangan yang baik pada awal musim penghujan,
hindari terik matahari.
2) Cara penjarangan
Dilakukan dengan cabutan untuk memanen secara bertahap dalam
persentase yang telah direncanakan. Pemilihan tanaman yang akan
dibongkar tergantung persentase panenan setiap periode. Apabila tanaman
akan dibongkar adalah 10%, maka dari 10 tanaman diambil 1 tanaman
secara rata-rata.
8.3. Periode Panen
Pemanenan biasanya dilakukan secara bertahap yaitu pada saat dilakukan
pemangkasan cabang dan ranting dan pemangkasan batang utama.
Pemanenan dilakukan pada ranting/cabang yang telah memenuhi ukuran
standar yaitu lebih dari 1cm (diameter). Pemanenan sebaiknya dilakukan saat
musim kemarau pada pagi hari. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengelola
hasil panen secara langsung terutama masalah pengeringan. Untuk
menghindari cemaran cendawan karena kadar air yang tinggi pada kulit
batang maka sebaiknya setelah panen/pengulitan segera dilakukan
pengeringan dengan jalan menjemur di bawah terik matahari.
8.4. Perkiraan Hasil Panen
Dari 1 batang utama kina (2 meter) didapatkan 1-1,5 kg kulit. Hasil kulit kina
diperhitungkan dalam kadar SQ7 maupun besarnya produksi kulit, sehingga
hasilnya diperhitungkan dari perkalian kadar SQ7 dengan berat kulit kering
dalam kg yang disebut potensi produksi. Pola produksi kulit kering dan kadar
kinine sulfat (SQ7) hasil panenan cara penjarangan dapat dilihat berikut ini:
a) Umur 3,5 tahun, sistim panenan: penjarangan I (12,5% panenan) dengan
produksi kulit kering 500 kg/ha pada kadar SQ7 3 proses. Potensi produksi
SQ7 adalah 15,00 kg/ha.
b) Umur 5,0 tahun, sistim panenan: penjarangan II (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 700 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses. Potensi
produksi SQ7 adalah 37,50 kg/ha.
c) Umur 6,0 tahun, sistim panenan: penjarangan III (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 1.000 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 60,00 kg/ha.
d) Umur 7,0 tahun, sistim panenan: penjarangan IV (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 1.375 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 82,50 kg/ha.
e) Umur 8,0 tahun, sistim panenan: penjarangan V (12,5% panenan) dengan
produksi kulit kering 1.750 kg/ha pada kadar SQ7 7 proses. Potensi
produksi SQ7 adalah 122,50 kg/ha.
f) Umur 12,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VI (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 3.125 kg/ha pada kadar SQ7 8 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 250,00 kg/ha.
g) Umur 18,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VII (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 6.250 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 375,00 kg/ha.
h) Umur 24,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VIII (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 9.375 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 468,75 kg/ha.
9. PASCAPANEN
9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Batang yang akan diambil kulitnya dikumpulkan di suatu tempat yang teduh.
Cabang dan ranting dipotong tepat pada pertautan cabang dengan batang,
Cabang atau ranting yang ukuran garis tengahnya di atas 1 cm dibersihkan
dari ranting kecil dan daun-daun. Setelah itu batang tersebut dibersihkan,
kemudian dipotong sepanjang 40 - 50 cm untuk diambil kulitnya.
Pencucian pada kulit batang dilakukan dengan air bersih, jika air bilasannya
masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi Hindari
pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung
didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena
dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan,
setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
9.2. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari
atau alat pemanas/oven. Pengeringan kulit batang dilakukan selama kira-kira
2 - 3 hari atau setelah kadar airnya dibawah 8%. Pengeringan dengan sinar
matahari dilakukan di atas tikar atau rangka pengering, pastikan bahan tidak
saling menumpuk. Selama pengeringan kulit batang harus dibolak-balik kira-
kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi bahan tersebut
dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa
mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 C -60 C. Kulit batang yang akan dikeringkan ditaruh diatas tray oven dan alasi
dengan kertas Koran dan pastikan bahwa tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah yang dihasilkan.
9.3. Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang dikeringkan dengan
memisahkannya dari benda-benda asing atau kotoran-kotoran lain. Timbang
jumlah bahan hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya) .
9.4. Pengemasan
Setelah bersih, bahan yang kering dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan
kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat berupa kantong
plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
9.5. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 C,
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1 Gambaran Peluang Agribisnis
Pada tahun 1939 Indonesia merupakan pemasok 90 % kebutuhan kina dunia
dengan luas areal tanam 17.000 ha dengan produksi 11.000 ton kulit
kering/tahun. Akibat terlantarnya kebun kina dan terjadinya penebangan
besar-besaran sejak Perang Dunia II sampai tahun enam puluhan, areal dan
produksi kina Indonesia menurun Kebutuhan kulit kina dirasakan semakin
meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pula.
Kulit kina merupakan bahan baku obat penyakit malaria dan penyakit jantung.
Obat tersebut sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Di samping
sebagai bahan obat, kina sebagai bahan baku kosmetika, minuman penyegar
dan industri penyamakan. Beberapa dekade yang lalu produksi kina Indonesia
kalah oleh pordusen dari Afrika. Tetapi saat ini produksi di Afrika mengalami
penurunan. Saat ini adalah saat yang dianggap tepat untuk melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan kina. Prospek agribisnis kulit kina
sangat cerah, dan permintaan pasar internasionalpun semakin meningkat
tetapi belum bisa terpenuhi. Dengan mengingat mutu kina Indonesia yang
sangat prima, Perkebunan kina kita akan menjadi sektor agribisnis yang
diperhitungkan.
Demikianlah Artikel Budidaya Kina
Sekianlah artikel Budidaya Kina kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Budidaya Kina dengan alamat link https://irengpote.blogspot.com/2009/05/budidaya-kina.html
0 Response to "Budidaya Kina"
Post a Comment